Liturgical Calendar

HOMILI PAUS LEO XIV DALAM MISA HARI MINGGU BIASA XX DI TEMPAT KUDUS SANTA MARIA DELLA ROTONDA (ALBANO) 17 Agustus 2025

Bacaan Liturgi : Yer. 38:4-6,8-10; Mzm. 39:2-4.18; Ibr. 12:1-4; Luk. 12:49-53.

 

Saudara-saudari terkasih,

 

Sukacita dapat berkumpul bersama merayakan Ekaristi hari Minggu memberi kita sukacita yang lebih mendalam. Sungguh, jika kedekatan hari ini saja sudah merupakan anugerah dan mengatasi jarak dengan saling memandang, sebagai saudara-saudari sejati, anugerah yang lebih besar adalah penaklukkan maut di dalam Tuhan. Yesus telah menaklukkan maut — Hari Minggu adalah hari-Nya, hari Kebangkitan — dan kita sudah mulai menaklukkannya bersama-Nya. Beginilah adanya: kita masing-masing datang ke gereja dengan sedikit rasa lelah dan takut — terkadang kecil, terkadang besar — dan seketika kita tidak lagi sendirian, kita bersama dan kita menemukan sabda dan tubuh Kristus. Dengan demikian, hati kita menerima kehidupan yang melampaui maut. Roh Kudus, Roh Yesus yang Bangkit, yang melakukan hal ini di antara kita dan di dalam diri kita, secara diam-diam, hari Minggu demi hari Minggu, hari demi hari.

 

Kita menemukan diri kita di sebuah tempat suci kuno yang dindingnya merangkul kita. Tempat itu disebut "Rotonda", dan bentuknya yang melingkar, seperti Lapangan Santo Petrus dan gereja-gereja lain, baik yang lama maupun yang baru, membuat kita merasa disambut dalam pangkuan Tuhan. Dari luar, Gereja, seperti setiap realitas manusia, mungkin tampak kasar. Namun, realitas ilahinya terungkap ketika kita melewati ambang pintunya dan menemukan penerimaan. Maka kemiskinan kita, kerentanan kita, dan terutama, kegagalan yang karenanya kita mungkin dihina dan dihakimi — dan terkadang kita membenci dan menghakimi diri kita sendiri — akhirnya disambut dalam kekuatan Tuhan yang lembut, kasih tanpa batas, kasih tanpa syarat. Maria, ibu Yesus, bagi kita adalah tanda dan antisipasi akan keibuan Tuhan. Di dalam dirinya, kita menjadi Gereja induk, yang melahirkan dan meregenerasi bukan berdasarkan kekuatan duniawi, melainkan dengan kebajikan kasih.

 

Barangkali apa yang dikatakan Yesus dalam Bacaan Injil yang baru saja kita baca mengejutkan kita. Kita mencari kedamaian, tetapi kita telah mendengar: "Kamu menyangka bahwa Aku datang untuk membawa damai di atas bumi? Bukan damai, kata-Ku kepadamu, melainkan pertentangan" (Luk. 12:51). Dan kita hampir menjawab: "Tetapi bagaimana mungkin, Tuhan? Engkau juga? Kita sudah terlalu banyak mengalami pertentangan. Bukankah Engkau yang berkata pada Perjamuan Terakhir: 'Damai sejahtera Kutinggalkan bagimu. Damai sejahtera-Ku Kuberikan kepadamu'?" "Ya," jawab Tuhan, "Akulah ini." Namun, ingatlah bahwa pada malam itu, malam terakhir-Ku, Aku langsung menambahkan tentang damai sejahtera: "Aku memberi kepadamu tidak seperti dunia memberi. Janganlah gelisah dan gentar hatimu" (bdk. Yoh. 14:27).

 

Sahabat-sahabat terkasih, dunia membiasakan kita menukar kedamaian dengan kenyamanan, kebaikan dengan ketenangan. Oleh karena itu, agar damai-Nya, shalom Allah, dapat hadir di antara kita, Yesus harus berkata, "Aku datang untuk melemparkan api ke bumi dan betapa Aku menginginkan api itu telah menyala!" (Luk. 12:49). Mungkin keluarga kita, sebagaimana dinubuatkan Injil, dan bahkan sahabat-sahabat kita, akan terbagi pendapatnya mengenai hal ini. Dan beberapa orang akan menasihati kita untuk tidak mengambil risiko, melindungi diri kita, karena penting untuk tetap tenang dan orang lain tidak pantas untuk dikasihi. Namun, Yesus dengan berani membenamkan diri-Nya dalam kemanusiaan kita. Inilah "baptisan" yang Ia bicarakan (ayat 50): baptisan salib, pembenaman total dalam risiko yang ditimbulkan oleh kasih. Dan ketika kita, seperti kata mereka, "mengambil komuni," kita dipupuk oleh karunia-Nya yang berani ini. Misa memelihara keputusan ini. Itulah keputusan untuk tidak lagi hidup bagi diri kita sendiri, untuk membawa api ke dunia. Bukan api senjata, bahkan bukan kata-kata yang membakar orang lain. Bukan, bukan itu. Melainkan api kasih, yang merendahkan diri dan melayani, yang melawan ketidakpedulian dengan kepedulian dan kesombongan dengan kelembutan; api kebaikan, yang tidak semahal persenjataan, melainkan memperbarui dunia dengan cuma-cuma. Mungkin saja ia harus menanggung kesalahpahaman, cemoohan, bahkan penganiayaan, tetapi tak ada kedamaian yang lebih besar daripada memiliki api di dalam dirinya sendiri.

 

Oleh karena itu, hari ini saya ingin mengucapkan terima kasih, bersama Uskupmu, Vincenzo, kepada kamu semua yang di Keuskupan Albano berkomitmen untuk membawa api kasih. Dan saya mendorongmu untuk tidak membeda-bedakan di antara mereka yang membantu dan mereka yang dibantu, antara mereka yang tampak memberi dan mereka yang tampak menerima, antara mereka yang tampak miskin dan mereka yang merasa menyumbangkan waktu, keterampilan, dan bantuan. Kita adalah Gereja Tuhan, Gereja kaum miskin, semua berharga, semua subjek, masing-masing pembawa Sabda Allah yang unik. Masing-masing adalah anugerah bagi sesama. Marilah kita meruntuhkan tembok pemisah. Saya berterima kasih kepada mereka yang bekerja di setiap komunitas kristiani untuk memfasilitasi perjumpaan antara orang-orang dari berbagai latar belakang, situasi ekonomi, psikologis, dan emosional: hanya bersama-sama, hanya dengan menjadi satu Tubuh di mana bahkan yang paling rapuh pun berpartisipasi dengan penuh martabat, kitalah Tubuh Kristus, Gereja Allah. Hal ini terjadi ketika api yang dibawa Yesus yang datang membakar habis prasangka, kehati-hatian, dan ketakutan yang masih meminggirkan mereka yang menanggung kemiskinan Kristus yang tertulis dalam sejarah mereka. Janganlah kita mengecualikan Tuhan dari gereja-gereja kita, rumah-rumah kita, dan kehidupan kita. Sebaliknya, marilah kita membiarkan-Nya masuk ke dalam diri orang-orang miskin, dan dengan demikian kita juga akan berdamai dengan kemiskinan kita sendiri, kemiskinan yang kita takuti dan sangkal ketika kita mencari ketenangan dan rasa aman dengan segala cara.

 

Semoga Perawan Maria, yang mendengar Simeon, penatua suci, mengacu Putranya, Yesus, sebagai "tanda perbantahan" (Lukas 2:34), berdoa bagi kita. Semoga pikiran hati kita terungkap, dan semoga api Roh Kudus mengubahnya dari hati batu menjadi hati yang taat.

 

Santa Maria dari Rotonda, doakanlah kami!

_______

 

(Peter Suriadi - Bogor, 17 Agustus 2025)

No comments:

Post a Comment

Note: Only a member of this blog may post a comment.